Senin, 16 April 2012

SEKOLAH SEBAGAI SISTEM SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam pandangan umum sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dapat mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah, baik di lingkungan sekolah dan luar sekolah. Sekolah sebagai sistem terbuka, sebagai sistem sosial, dan sekolah sebagai agen perubahan, bukan hanya harus peka penyesuaian diri, melainkan seharusnya pula dapat mengantisipasikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Setiap satuan jalur pendidikan di sekolah harus menyediakan sarana belajar yang sesuai kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap pengembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pendidikan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Usaha pembuat kebijakan dan pelaku pendidikan dalam rangka meningkatkan pendidikan telah di tempuh dengan melibatkan semua pihak. Baik yang terjun langsung di lapangan pendidikan yaitu guru dan kepala sekolah dan telah dilaksanakan dalam bentuk keterampilan mengelola kelas maupun ilmu pengetahuan yang ditingkatkan maupun pelaksana perancang pendidikan, namun hasil yang diperoleh masih di bawah harapan minimum.
Maka dari hal di atas pemakalah tertarik membuat makalah ini dengan judul Sekolah Sebagai Sistem Sosial.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian sekolah sebagai sistem sosial?
2.      Bagaimana interaksi edukatif antara guru dan siswa?
3.      Apa saja ciri-ciri interaksi edukatif antara guru dan siswa?
4.      Apa-apa saja pola interkasi edukatif antara guru dan siswa?
5.      Bagaimana peran guru di sekolah dan di masyarakat?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian sekolah sebagai sistem sosial.
2.      Untuk mengetahui edukatif antara guru dan siswa.
3.      Untuk mengetahui cirri-ciri edukatif antara guru dan siswa.
4.      Untuk mengetahui pola edukatif antara guru dan siswa.
5.      Untuk mengetahui peran guru di sekolah dan di masyarakat.

D.    METODE PENULISAN
Dalam membuat makalah ini, pemakalah hanya menggunakan kajian pusataka dengan meramu dan membandingkan antara pendapat ahli.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sekolah Sebagai Sistem Sosial
Sekolah berasal dari bahasa belanda school, bahasa jerman die scrule, bahasa inggris school yang artinya sama dengan sekolah, yaitu suatu lembaga pendidikan.[1] Jadi sekolah dapat di artikan sebuah  lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa atau disebut gedung tempat belajar.
Sekolah mempunyai dua aspek penting yaitu aspek individu dan aspek sosial. Disatu pihak, pendidikan sekolah bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan secara optimal. Sekolah sebagai pendidikan formal dituntut untuk dapat merekam segala fenomena yang terjadi di masyarakat. Selanjutnya sekolah memberikan informasi dan penjelasan kepada peserta didik terhadap ontologis suatu peristiwa.
Selama ini dirasakan adanya kesenjangan antara pengalaman sekolah dengan yang ada di masyarakat. Kesenjangan ini merupakan tantangan bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan foramal, sejauh mana sekolah merespon tantangan kesenjangan ini, adalah merupakan standar kualitas suatu lembaga pendidikan. Ada dua cara dalam menentukan kualitas sekolah.
1.      Sejauh mana sekolah dapat memenuhi kebutuhan pasar dan tuntutan masyarakat.
2.      Standar formal berupa undang-udang, yaitu UU no 19 tahun 2003 tentang peningkatan mutu pendidikan nasional
Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip olrh Muhyi Batubara bahwa ukuran keberhasilan pendidikan adalah
a.    Perlu menyadari bahwa proses pendidikan itu memerlukan tenggang wakru (load time) yang cukup lama.
b.    Dalam proses pendidikan itu berlaku perinsip irrrvisibilitas, dimana terhadap setiap kesalahan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang kita lakukan tidak dapat kita ulangi kembali.
c.    Tantangan yang kita hadapi di masa depan cenderung berkembang semakin kompleks dengan ditandai semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin terbuka
d.   Kita dituntut untk pandai menyusun perencanaan pembangunan pendidikan secara akurat, sehingga mampu mengantisipasi tantangan dan permasalahan yang terjadi di masa yang akan dating.

B.     Interaksi Edukatif antara Guru dan Siswa
Guru merupakan istilah yang dipergunakan dalam pendidikan yang mempunyai batasan-batasan dan tugas tertentu. Yang dimaksud dengan batasan adalah bahwa guru harus mempunyai kedudukan sebagai orang dewasa yang mempunyai tugas sebagai pengajar dan pendidik.
Guru merupakan sumber ispirasi murid dan sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan utama bagi murid-muridnya, guru dalam melaksanakan tugasnya berhadapan dengan murid dan orang tua di tempat yang berbeda. Dalam kelas guru mengadapi murid yang harus diperlakukan sebagai anaknya dan sebaliknya murid akan memperlakukan guru sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya, guru selalu dituakan walaupun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua. Dalam menjalankan tugas, guru lambat laun menyadari kedudukannya, baik di hadapan muridnya, dalam kelas, maupundi hadapan orangtua mereka di masyarakat sehingga kepribadian guru yang sesuai dengan criteria masyarakat. Guru diperlakukan oleh lingkungan sosialnya memang sebagai guru dan ia  akan merespon sebagai guru juga.

C.    Ciri-Ciri Edukatif antara Guru dan Siswa
 Beberapa Ciri Interaksi Edukatif
Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dan guru, dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti antara lain telah disebut pada ciri-ciri interaksi edukatif. Komponen-komponen tersebut dalam berlangsungnya proses belajar-mengajar tidak dapat dipisah-pisahkan. Perlu ditegaskan bahwa proses belajar-mengajar yang dikatakan sebagai proses teknis ini, juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya. Segi normatif inilah yang mendasari proses belajar mengajar. Sehubungan dengan uraian di atas, maka interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajarmengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan bentuk interaksi lain. Ciri-ciri interaksi belajar mengajar tersebut yaitu[2]:
1.       Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.      Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh, misalnya tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan letak Kota New York, tentu kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.
3.      Interaksi belajar-mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponenkomponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.
4.      Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka merekalah yang harusmelakukannya.
5.      Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi belajar-mengajar.
6.      Di dalam interaksi belajar-mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan secara konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jagi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7.      Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok siswa), batas waktu menjadi salah-satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai. Di samping beberapa ciri seperti telah diuraikan di atas, unsur penilaian adalah unsur yang amat penting. Dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan maka untuk mengetahui apakah tujuan proses belajar- mengajar (interaksi edukatif) sudah atau belum, perlu diketahui dengan kegiatan penilaian.

D.    Pola Interaksi Edukatif Guru dan Siswa
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukandengan sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap-sikap dalam diri anak didik. Interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya ada sejumlah nilai. Jadi, adalah wajar bila interaksi itu dinilai bernilai edukatif? Guru yang dengan sadar berusaha untuk mengubah tingkah laku, sikap, dan perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila yang cakap adalah sikap  dan tingkah laku guru yang bernilai edukatif.
Ada tiga bentuk komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yakni komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi aksi dan anak didik sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran Dalam komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Demikian pula halnya anak didik, bisa sebagai penerima aksi, bisa pula sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog. Dalam komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah, komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif daripada guru, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber balajar bagi anak didik lain. bahwa kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka ragam bentuk coraknya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan mandiri yang dilakukan oleh anak didik. Hal ini tentu saja sangat bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan interaksi belajar mengajar. Penggunaan variasi bentuk interaksi mutlak harus dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan. Pola interaksi guru dengan siswa dapat diklasifikasikan stidaknya atas 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut[3].
1.      Pola guru-anak didik
Ini disebut dengan komunikasi sebagai aksi (satu arah)
2.      Pola guru-anak didik-guru
Ada balikan (feed back) bagi guru, tidak ada interaksi antarsiswa (komunikasi sebagai interaksi).
3.      Pola guru-anak didik-anak didik
Interaksi optimal antara guru dan anak didik dan antara anak didik (komunikasi sebagai transaksi, multiarah).
4.      Pola guru-anak didik, anak didik-guru, anak didik-anak didik
Interaksi optimal antara guru dan anak didik dan antara anak didik dengan anak didik (komunikasi sebagai transaksi, multi arah)
5.      Pola melingkar
Setiap anak didik mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan atau jawaban, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila setiap anak didik belum mendapat giliran
Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar mengajar terjadi dalam berbagai pola komunikasi di atas, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai untuk mengaktifkan potensi siswa/murid bisa jadi sangat tergantung situasi dan kebutuhan yang dikembangkan oleh guru, atau bisa jadi merupakan gabungan dari banyak pola interaksi di atas.

E.     Peranan Guru di Sekolah dan Masyarakat
1.      Peranan Guru terhadap murid di sekolah
Peranan guru dalam hubungan dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni siuasi formal dalam proses belajar menagajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
Situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuaan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaanya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau mematuhi peraturan
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,              antara lain[4] :
1.      Anak-anak sendiri mengharapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu
2.      Gur dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada tingkat SD
3.      Guru sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak social antara dirinya dengan murid.
4.      Guru harus disebut ibu guru atau pak guru dan dengan julukan itu memperoleh kedudukan sebagai orang yang dituakan.
5.      Dalam kelas guru duduk atau berdiri di depan mrid.
6.      Untuk guru sering disediakan ruang guru yang khusus yang tak bolrh dimasuki oleh murid begitu saja.
7.      Kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri.
Dalm situasi social informal guru menendorkan hubungan formal dan jarak social, misalnya sewaktu reakreasi, berolah raga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru pada waktu-waktu yang demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formalnya
2.      Peranan guru dalam mayarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang guru.. kedudukan social guru bebeda dari Negara ke Negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman hindhi misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebgai salah satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.
Di Negara kita kedudukan guru sebelum perang dunia II sanagat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hunbungannnya dengan ideal pembangunan bangsa.pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan Negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempnyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Guru-guru diharuskan menjadi suri tauladan di tengah-tengah masyarakat.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa atau gedung tempat belajar.
2.      Guru merupakan sumber ispirasi murid dan sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan utama bagi murid-muridnya dan dalam kelas guru mengadapi murid yang harus diperlakukan sebagai anaknya dan sebaliknya murid akan memperlakukan guru sebagai bapak guru dan ibu guru.
3.      Cirri-ciri interaksi eduktif guru dengan siswa adalah: Interaksi belajar-mengajar, ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus, guru berperan sebagai pembimbing, membutuhkan disiplin, ada batas waktu.
4.      Pola interaksi guru dengan siswa yaitu, pola guru-anak didik, pola guru-anak didik-guru, pola guru-anak didik-anak didik, pola guru-anak didik, anak didik-guru, anak didik-anak didik, dan pola melingkar.
5.      Peranan guru dalam hubungan dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni siuasi formal dalam proses belajar menagajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
6.      Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang guru. kedudukan sosial guru bebeda dari Negara ke Negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman hindhi misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebgai salah satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.

7.      Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang dapat membangun agar makalah ini bisa menjadi lebih baik. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



[1] Moh. Padil, Sosiologi Pendidikan. (Yogyakarta: UIN-Maliki Press, 2007), hal. 145
[2] Djamarah (1980) (dalam online, http://www.uns.ac.id/data/sp5.pdf)
[3]
[4] S. Nasution. Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004). hal. 93-94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar