BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam
pandangan umum sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dapat mengubah tingkah
laku siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah, baik di lingkungan sekolah dan
luar sekolah. Sekolah sebagai sistem terbuka, sebagai sistem sosial, dan
sekolah sebagai agen perubahan, bukan hanya harus peka penyesuaian diri,
melainkan seharusnya pula dapat mengantisipasikan perkembangan-perkembangan
yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Setiap satuan
jalur pendidikan di sekolah harus menyediakan sarana belajar yang sesuai
kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dengan memperhatikan tahap pengembangan siswa dan kesesuaian dengan
lingkungan, kebutuhan pendidikan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan
pendidikan. Usaha pembuat kebijakan dan pelaku pendidikan dalam rangka
meningkatkan pendidikan telah di tempuh dengan melibatkan semua pihak. Baik
yang terjun langsung di lapangan pendidikan yaitu guru dan kepala sekolah dan
telah dilaksanakan dalam bentuk keterampilan mengelola kelas maupun ilmu
pengetahuan yang ditingkatkan maupun pelaksana perancang pendidikan, namun
hasil yang diperoleh masih di bawah harapan minimum.
Maka dari hal
di atas pemakalah tertarik membuat makalah ini dengan judul Sekolah
Sebagai Sistem Sosial.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
pengertian sekolah sebagai sistem sosial?
2.
Bagaimana
interaksi edukatif antara guru dan siswa?
3.
Apa
saja ciri-ciri interaksi edukatif antara guru dan siswa?
4.
Apa-apa
saja pola interkasi edukatif antara guru dan siswa?
5.
Bagaimana
peran guru di sekolah dan di masyarakat?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian sekolah sebagai sistem sosial.
2.
Untuk
mengetahui edukatif antara guru dan siswa.
3.
Untuk
mengetahui cirri-ciri edukatif antara guru dan siswa.
4.
Untuk
mengetahui pola edukatif antara guru dan siswa.
5.
Untuk
mengetahui peran guru di sekolah dan di masyarakat.
D.
METODE PENULISAN
Dalam
membuat makalah ini, pemakalah hanya menggunakan kajian pusataka dengan meramu
dan membandingkan antara pendapat ahli.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sekolah Sebagai Sistem Sosial
Sekolah
berasal dari bahasa belanda school, bahasa jerman die scrule, bahasa inggris
school yang artinya sama dengan sekolah, yaitu suatu lembaga pendidikan.[1]
Jadi sekolah dapat di artikan sebuah
lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa atau disebut
gedung tempat belajar.
Sekolah
mempunyai dua aspek penting yaitu aspek individu dan aspek sosial. Disatu pihak,
pendidikan sekolah bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang
memungkinkan perkembangan secara optimal. Sekolah sebagai pendidikan formal
dituntut untuk dapat merekam segala fenomena yang terjadi di masyarakat.
Selanjutnya sekolah memberikan informasi dan penjelasan kepada peserta didik
terhadap ontologis suatu peristiwa.
Selama
ini dirasakan adanya kesenjangan antara pengalaman sekolah dengan yang ada di
masyarakat. Kesenjangan ini merupakan tantangan bagi sekolah sebagai lembaga
pendidikan foramal, sejauh mana sekolah merespon tantangan kesenjangan ini,
adalah merupakan standar kualitas suatu lembaga pendidikan. Ada dua cara dalam
menentukan kualitas sekolah.
1.
Sejauh
mana sekolah dapat memenuhi kebutuhan pasar dan tuntutan masyarakat.
2.
Standar
formal berupa undang-udang, yaitu UU no 19 tahun 2003 tentang peningkatan mutu
pendidikan nasional
Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip olrh Muhyi Batubara bahwa
ukuran keberhasilan pendidikan adalah
a.
Perlu
menyadari bahwa proses pendidikan itu memerlukan tenggang wakru (load time)
yang cukup lama.
b.
Dalam
proses pendidikan itu berlaku perinsip irrrvisibilitas, dimana terhadap setiap
kesalahan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang kita lakukan tidak dapat kita
ulangi kembali.
c.
Tantangan
yang kita hadapi di masa depan cenderung berkembang semakin kompleks dengan
ditandai semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin terbuka
d.
Kita
dituntut untk pandai menyusun perencanaan pembangunan pendidikan secara akurat,
sehingga mampu mengantisipasi tantangan dan permasalahan yang terjadi di masa
yang akan dating.
B.
Interaksi Edukatif antara Guru dan Siswa
Guru
merupakan istilah yang dipergunakan dalam pendidikan yang mempunyai
batasan-batasan dan tugas tertentu. Yang dimaksud dengan batasan adalah bahwa guru
harus mempunyai kedudukan sebagai orang dewasa yang mempunyai tugas sebagai
pengajar dan pendidik.
Guru
merupakan sumber ispirasi murid dan sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan
utama bagi murid-muridnya, guru dalam melaksanakan tugasnya berhadapan dengan
murid dan orang tua di tempat yang berbeda. Dalam kelas guru mengadapi murid
yang harus diperlakukan sebagai anaknya dan sebaliknya murid akan memperlakukan
guru sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya, guru selalu dituakan
walaupun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua. Dalam
menjalankan tugas, guru lambat laun menyadari kedudukannya, baik di hadapan
muridnya, dalam kelas, maupundi hadapan orangtua mereka di masyarakat sehingga
kepribadian guru yang sesuai dengan criteria masyarakat. Guru diperlakukan oleh
lingkungan sosialnya memang sebagai guru dan ia akan merespon sebagai guru juga.
C.
Ciri-Ciri Edukatif antara Guru dan Siswa
Beberapa Ciri Interaksi
Edukatif
Proses
belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua
unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak
yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi
antara siswa dan guru, dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti antara
lain telah disebut pada ciri-ciri interaksi edukatif. Komponen-komponen
tersebut dalam berlangsungnya proses belajar-mengajar tidak dapat
dipisah-pisahkan. Perlu ditegaskan bahwa proses belajar-mengajar yang dikatakan
sebagai proses teknis ini, juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya.
Segi normatif inilah yang mendasari proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka interaksi edukatif yang secara spesifik
merupakan proses atau interaksi belajarmengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus
yang membedakan dengan bentuk interaksi lain. Ciri-ciri interaksi belajar
mengajar tersebut yaitu[2]:
1.
Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan,
yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang
dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar tujuan, dengan menempatkan
siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai
pengantar dan pendukung.
2.
Ada
suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka
dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis
dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang
lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai
contoh, misalnya tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan letak Kota
New York, tentu kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan
begitu seterusnya.
3.
Interaksi
belajar-mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal
ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponenkomponen yang
lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah
didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.
4.
Ditandai
dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan
sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun
secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada
gunanya guru melakukan kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya
pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka merekalah yang
harusmelakukannya.
5.
Dalam
interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya
sebagai pembimbing ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi
agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator
dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan
tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru
(“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin
terjadinya interaksi belajar-mengajar.
6.
Di
dalam interaksi belajar-mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi
belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur
sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan
secara konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat
dari pelaksanaan prosedur. Jagi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan
prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu
indikator pelanggaran disiplin.
7.
Ada
batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas
(kelompok siswa), batas waktu menjadi salah-satu ciri yang tidak bisa
ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus
sudah tercapai. Di samping beberapa ciri seperti telah diuraikan di atas, unsur
penilaian adalah unsur yang amat penting. Dalam kaitannya dengan tujuan yang
telah ditetapkan maka untuk mengetahui apakah tujuan proses belajar- mengajar
(interaksi edukatif) sudah atau belum, perlu diketahui dengan kegiatan
penilaian.
D.
Pola Interaksi Edukatif Guru dan Siswa
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif.
Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukandengan sadar dan bertujuan.
Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan dibawa proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap-sikap dalam diri anak
didik. Interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normatif karena di
dalamnya ada sejumlah nilai. Jadi, adalah wajar bila interaksi itu dinilai
bernilai edukatif? Guru yang dengan sadar berusaha untuk mengubah tingkah laku,
sikap, dan perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila yang
cakap adalah sikap dan tingkah laku guru
yang bernilai edukatif.
Ada tiga bentuk komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses
interaksi edukatif, yakni komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai
interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi sebagai aksi atau
komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi aksi dan anak didik
sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang
sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran Dalam komunikasi sebagai
interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau
penerima aksi. Demikian pula halnya anak didik, bisa sebagai penerima aksi,
bisa pula sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog.
Dalam komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah, komunikasi
tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif
daripada guru, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber balajar bagi
anak didik lain. bahwa kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka
ragam bentuk coraknya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai
kegiatan mandiri yang dilakukan oleh anak didik. Hal ini tentu saja sangat
bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan interaksi belajar
mengajar. Penggunaan variasi bentuk interaksi mutlak harus dilakukan oleh guru.
Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk
menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan.
Pola interaksi guru dengan siswa dapat diklasifikasikan stidaknya atas 5 (lima)
jenis, yaitu sebagai berikut[3].
1.
Pola
guru-anak didik
Ini disebut dengan komunikasi sebagai
aksi (satu arah)
2.
Pola
guru-anak didik-guru
Ada balikan (feed
back) bagi guru, tidak ada interaksi antarsiswa (komunikasi sebagai
interaksi).
3.
Pola
guru-anak didik-anak didik
Interaksi
optimal antara guru dan anak didik dan antara anak didik (komunikasi sebagai
transaksi, multiarah).
4.
Pola
guru-anak didik, anak didik-guru, anak didik-anak didik
Interaksi
optimal antara guru dan anak didik dan antara anak didik dengan anak didik
(komunikasi sebagai transaksi, multi arah)
5.
Pola
melingkar
Setiap anak
didik mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan atau jawaban, tidak
diperkenankan berbicara dua kali apabila setiap anak didik belum mendapat
giliran
Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar mengajar terjadi dalam
berbagai pola komunikasi di atas, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang
dianggap sesuai untuk mengaktifkan potensi siswa/murid bisa jadi sangat
tergantung situasi dan kebutuhan yang dikembangkan oleh guru, atau bisa jadi
merupakan gabungan dari banyak pola interaksi di atas.
E.
Peranan Guru di Sekolah dan Masyarakat
1.
Peranan
Guru terhadap murid di sekolah
Peranan guru dalam hubungan dengan murid bermacam-macam menurut
situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni siuasi formal dalam proses
belajar menagajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
Situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak
dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya
ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuaan anak. Kalau
perlu ia dapat menggunakan kekuasaanya untuk memaksa anak belajar, melakukan
tugasnya atau mematuhi peraturan
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain[4] :
1.
Anak-anak
sendiri mengharapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu
2.
Gur
dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada tingkat SD
3.
Guru
sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak social
antara dirinya dengan murid.
4.
Guru
harus disebut ibu guru atau pak guru dan dengan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
5.
Dalam
kelas guru duduk atau berdiri di depan mrid.
6.
Untuk
guru sering disediakan ruang guru yang khusus yang tak bolrh dimasuki oleh
murid begitu saja.
7.
Kewibawaan
yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri.
Dalm situasi social informal guru menendorkan hubungan formal dan
jarak social, misalnya sewaktu reakreasi, berolah raga, berpiknik atau kegiatan
lainnya. Murid-murid menyukai guru pada waktu-waktu yang demikian dapat bergaul
dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya,
dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formalnya
2.
Peranan
guru dalam mayarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara
lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang guru.. kedudukan social guru
bebeda dari Negara ke Negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman hindhi misalnya
guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebgai salah satu-satunya sumber
ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan
baktinya.
Di Negara kita kedudukan guru
sebelum perang dunia II sanagat terhormat karena hanya mereka yang terpilih
dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga citra tentang guru masih tinggi
walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak sejalan dengan
kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang
dalam hunbungannnya dengan ideal pembangunan bangsa.pekerjaan guru menyangkut
pendidikan anak, pembangunan Negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan
yang istimewa itu masyarakat mempnyai harapan-harapan yang tinggi tentang
peranan guru. Guru-guru diharuskan menjadi suri tauladan di tengah-tengah
masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa atau gedung
tempat belajar.
2.
Guru
merupakan sumber ispirasi murid dan sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan
utama bagi murid-muridnya dan dalam kelas guru mengadapi murid yang harus
diperlakukan sebagai anaknya dan sebaliknya murid akan memperlakukan guru
sebagai bapak guru dan ibu guru.
3.
Cirri-ciri
interaksi eduktif guru dengan siswa adalah: Interaksi belajar-mengajar, ada
suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, ditandai dengan satu penggarapan materi yang
khusus, guru berperan sebagai pembimbing, membutuhkan disiplin, ada batas
waktu.
4.
Pola
interaksi guru dengan siswa yaitu, pola guru-anak didik, pola guru-anak
didik-guru, pola guru-anak didik-anak didik, pola guru-anak didik, anak
didik-guru, anak didik-anak didik, dan pola melingkar.
5.
Peranan
guru dalam hubungan dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi
sosial yang dihadapinya, yakni siuasi formal dalam proses belajar menagajar
dalam kelas dan dalam situasi informal.
6.
Peranan
guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang
guru. kedudukan sosial guru bebeda dari Negara ke Negara, dari zaman ke zaman.
Pada zaman hindhi misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebgai
salah satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh
ilmu sambil menunjukkan baktinya.
7.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak sekali
kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca
yang dapat membangun agar makalah ini bisa menjadi lebih baik. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar